Kelompok 11
Boy Ridho
Valentino Pasaribu (121301044)
Netova Sibuea
(121301058)
Hengki
Farnando Sitanggang (121301076)
Delius
Fridolin Marpaung (121301096)
Imelda
Anggraeni Sibarani (121301100)
Laporan
Hasil Observasi
A.
PENJELASAN DESKRIPSI SEKOLAH
Nama Sekolah : SMA Swasta Methodist 1
Alamat : Jl. Hang Tuah no. 4 Medan
Uang Sekolah : Rp. 650.000,-
Konsep e-learning yang digunakan : Individual Online dan Offline
Lama waktu penggunaan e-learning : 2008-sekarang
B.
URAIAN OBJEKTIF OBSERVASI
Pelaksanaan : Kamis, 23 Mei 2013
Kelas yang di
Observasi : Kelas X Plus
Lama Observasi : 2 jam pelajaran x 45 menit = 90 menit
Pembagian
dalam Observasi : 1. Boy
Ridho Valentino Pasaribu à
Motivasi
2. Netova Sibuea à
Identitas sekolah, uraian objektif observasi, dan dokumentasi
3.
Hengki Farnando Sitanggang à
Orientasi Belajar
4. Delius Fridolin Marpaung à
Manajemen Kelas dan Dinamika Pembelajaran
5.
Imelda Anggraeni Sibarani à
Teori Belajar
C.
LAPORAN HASIL OBSERVASI
a.
Teori Belajar
Teori
belajar di kelas yang menjadi fokus observasi ini menggunakan teori belajar
kognitif, dimana pada teori ini belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif dari setiap siswa/inya. Saat observasi,
siswa/i sedang belajar geografi tentang cuaca dan iklim. Disini, siswa/i
diberikan kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap cuaca dan iklim, yang
didukung pula oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan-pertanyaan dari guru. Guru banyak memberikan rangsangan kepada
siswa/i agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, dan
menemukan berbagai hal tentang cuaca dan iklim. Intinya, guru menetapkan metode
belajar mengajar di kelas dan dalam pembelajaran, guru lebih banyak aktif dari
pada murid.
b.
Motivasi
1.
Self
-
Self Concept à
Tinggi (dilihat dari tingginya level pengetahuan akan teknologi yang digunakan,
misal penggunaan web browser dan situs yang membantu pembelajaran)
-
Self Esteem à
Rendah (dilihat dari kurangnya perhatian kepada guru, tidak aktif menjawab
pertanyaan guru)
-
Self Efficacy à
Cukup Tinggi (adanya kesiapan diri untuk memulai pelajaran, dilihat dari banyaknya
murid yang sudah mengetahui materi sebelumnya)
-
Self Regulation à
Rendah (mendominasi kebisingan, kurang terlihat akan adanya regulasi satu
dengan yang lainnya)
2.
Goal Setting
-
Mastery Goal à
Kurang (niat rendah, pengajuan pendapat yang asal-asalan, kurang banyaknya
membuka diri terhadap pengetahuan umum)
-
Performance Goal à
Kurang (tidak memiliki bahan, berisik, melawan, asik sendiri dengan kesibukan
dan temannya, tidak adanya konsentrasi secara keseluruhan, kebanyakan mengobrol)
Guru
pengajar sendiri terlihat kurang mencoba memotivasi siswa, bahkan dirinya
sendiri masih kurang menguasai kondisi kelas. Motivasinya untuk mengajar pun
terlihat cukup baik, kurang paham akan media yang dipakai, topik kurang
dikuasai, namun penyampaian materi dilakukan dengan pelafalan yang jelas dan
akurat.
* berbicara mengenai motivasi
untuk meraih sesuatu, kami tidak dapat melihatnya dengan pasti, pemaparan
mengenai motivasi ekstrinsik dan intrinsik siswa dalam pembelajaran hanya akan
membuat kelompok menginterpretasikannya.
c.
Orientasi Belajar
Di
dalam pembelajaran, yang menjadi orientasi atau pusat pembelajaran adalah guru
atau Teacher Center Learning (TCL),
dimana sepanjang pembelajaran yang berlangsung, guru selalu memberikan materi
yang akan dibahas atau yang akan dipelajari oleh murid-muridnya. Pembelajaran
disini lebih fokus pada peran penting guru setiap aspek pembelajaran. Disini,
guru telah merancang serta menyusun bahan yang akan diajarkan kepada
murid-muridnya, terlihat dari bahan materi yang dibawakan oleh guru, telah
sedemikian rupa dipersiapkan melalui file di laptop, kemudian disajikan melalui
proyektor.
Orientasi pembelajaran TCL ini juga terlihat pada
saat guru mengajar. Hal lain yang mendukung adalah adanya pengontrolan kondisi
kelas yang keseluruhannya ditangani oleh guru. Guru pemberi materi juga
memberikan pertanyaan-pertanyaan kecil kepada murid-murid, kemudian memilih
beberapa siswa yang harus menjawabnya.
Kontribusi ataupun peran dari siswa terlihat sangat
minim. Siswa/i kurang berperan aktif dalam pembelajaran, hal ini dikarenakan
peran siswa dibatasi hanya kepada penerimaan materi melalui guru. Peran siswa/i
yang minim ini juga terlihat dari ketidakseriusan siswa/i merespon perkataan
guru maupun merespon pertanyaan guru pengajar.
d.
Manajemen Kelas
Salah
satu faktor yang dapat memaksimalkan pembelajaran di sekolah adalah manajemen
kelas. Hal ini kemudian menjadi salah satu fokus utama dalam observasi ini.
Dari hasil pengamatan kami, kelas tempat kami
melakukan observasi mempunyai luas sekitar 7x7 meter à
49m2, terdiri atas 4 baris tempat duduk, masing-masing baris terdiri
atas 4 meja dan bangku yang masing-masingnya diperuntukkan kepada 2 orang.
Jumlah siswa/i didalam kelas ada sebanyak 32 orang, dengan siswa laki-laki
sebanyak 13 orang dan perempuan sebanyak 19 orang.
Penataan kelas pada fokus observasi ini terlihat
kurang baik. Adanya kepadatan kelas yang dikarenakan jarak/ ruang antara baris
yang cukup sempit, ditambah keberadaan loker siswa, adanya lemari guru, meja
guru yang cukup besar, keberadaan sumber arus yang berserakan, yang tentunya
membuat pemandangan kelas cukup berantakan: kabel dimana-mana, seperti kabel
laptop bagi siswa yang membawa, dan yang paling sering terlihat adalah kabel charger handphone, yang kemudian
berdampak mengganggu konsentrasi belajar. Hal ini terlihat dari adanya murid
laki-laki dibagian belakang yang bermain game
“balapan” ketika proses pembelajaran berlangsung, ditambah lagi murid perempuan
yang menggunakan headset, memegang handphone dengan asiknya mengutak-atik.
Untuk gaya penataan kelas, pada fokus tempat
observasi ini, sekolah menerapkan gaya auditorium tradisional, dimana semua
murid duduk menghadap guru. Penataan ini tentunya membatasi kontak tatap muka
murid dengan guru. Gaya auditorium tradisional ini juga diperlengkapi dengan
sarana ruang yang sempit, terlihat dari bangku yang cukup tinggi sehingga tidak
sebanding dengan posisi duduk murid terhadap meja, murid terlihat lebih
membungkuk.
Untuk desain kelas, fokus tempat observasi terlihat
cukup gelap, cahaya yang cukup remang, serta berantakan. Tidak ada lukisan atau
tambahan nilai seni di dinding kelas, hanya dua foto pemimpin negara yang
terpaku didepan kelas didampingi foto “Garuda Pancasila”. Penambahan loker,
yang kemudian tidak dipergunakan dengan baik, membuat kelas menjadi semakin
sempit kelihatannya.
Guru sebagai pusat pembelajaran (TCL), menerapkan
gaya manajemen kelas otoritarian, yang adalah gaya yang restriktif dan punitif.
Fokus utama guru hanya menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pembelajaran.
Terlihat pada saat observasi bahwa guru hanya mengontrol kondisi melalui
beberapa kali permintaan agar murid tertib, dan bukannya menekankan tentang
informasi yang disampaikannya.
D.
RANGKUMAN HASIL OBSERVASI
1.
Menurut Kelompok
Dari
hasil pengamatan (observasi) kami, kami dapat merangkum bahwa pembelajaran
dengan metode e-learning sudah cukup
memuaskan. Individual online dan
individual offline menjadi pilihan
metode e-learning yang digunakan di
SMA kelas X Plus Methodist 1 ini. Sistematika pembelajaran dengan menggunakan
media proyektor sebetulnya cukup membantu proses pembelajaran, apalagi ketika
belajar Geografi (ketika kami mengobservasi). Dengan adanya bantuan internet, guru
dapat menampilkan secara langsung tentang kondisi iklim, cuaca, suhu dan
sebagainya yang berhubungan dengan topik tersebut.
Dari observasi kami, kelas pada saat itu menerapkan
teori belajar kognitif. Keberhasilan pembelajaran disesuaikan dengan pola pengajaran
yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa.
Untuk motivasi belajar sendiri, kami melihat bahwa
adanya self concept dan self efficacy yang cukup tinggi, self esteem murid yang
rendah, serta adanya self regulation murid yang rendah pula. Kami juga melihat
bahwa kurangnya goal setting dari
murid. Telihat dari dinamika pembelajaran selama proses pembelajaran
berlangsung.
Di dalam pembelajaran, kami juga melihat bahwa yang
menjadi pusat pembelajaran adalah gurunya (Teacher
Center Learning). Selama observasi berlangsung, kelompok melihat cukup
besarnya peran guru, seperti penyusunan bahan ajar yang awalnya sudah disiapkan
oleh guru. Peran murid pun hanya terbatas pada keadaan ketika guru bertanya,
kemudian murid menjawab.
Yang terakhir, untuk manajemen kelas, kelas X Plus
ini menerapkan gaya auditorium tradisional, dimana murid-murid duduk tepat
berhadapan (tatap muka) secara langsung dengan guru sebagai pusat pembelajaran.
Guru pengajar sendiri menerapkan gaya manajemen kelas yang otoritarian, yang
adalah gaya restriktif dan punitif, dimana fokus utama pengajar adalah menjaga
ketertiban kelas, dan kurang menekankan pada penyampaian informasi.
2.
Menurut Pandangan Pribadi
E.
TESTIMONI TENTANG PERENCANAAN DAN
PROSES OBSERVASI
1.
Boy Ridho Valentino Pasaribu
(121301044)
Tugas
observasi pendidikan adalah observasi pertama yang saya lakukan selama di
psikologi. Awalnya saya tidak tahu harus bagaimana mengobservasi seseorang,
tapi dengan adanya dukungan teman-teman dan informasi dari senior, saya menjadi
percaya diri. Walaupun hasil tidak maksimal namun saya sudah melakukannya
dengan sungguh-sungguh.
Selama melakukan observasi saya melihat
banyak siswa siswi yang masih bercerita-cerita walaupun gurunya sudah masuk.
Perilaku mereka awalnya membuat saya kesal, namun demi tugas observasi saya
tidak boleh mengintervensi perilaku siswa siswi di kelas. Saya juga merasa
kesel ketika guru menanyakan sesuatu yang umum namun mereka tidak ada yang bisa
menjawabnya. Saya jadi merasa kasihan dengan guru yang membawakan materi
tersebut.
Setelah selesai observasi dari kelas
kami melanjudkan dengan mewawancari guru pemateri. Dia cukup kooperatif dan
ramah saat diwawancari. Kami cukup senang dengan sikap guru seperti itu, karena
awalnya saya berpikir bahwa guru tersebut galak. Syukurlah gurunya tidak
seperti yang saya pikirkan.
2.
Netova Sibuea (121301058)
Diberikan
tugas observasi tentang e-learning,
mikirnya langsung ke sekolah internasional. Tapi selama proses diskusi,
akhirnya SMA saya dulu yang dipilih jadi objek observasi. Waktu meminta izin
Kepala Sekolah, Puji Tuhan disambut dengan sangat baik dan diberikan kemudahan
untuk kelompok.
Selama observasi, “dagdigdug” rasanya karena
nyatanya berdiri di depan adik-adik sebagai seorang alumni. Tadinya, pas di SMA
lebih ke guru (yang pada saat itu Bapak Kepala Sekolah yang mengajar) yang
banyak evaluasi, kemarin ketika observasi jadi terkesan saya yang sedikit
evaluasi karena dari pernyataan dan pertanyaan ada hal-hal yang mungkin baru
didengar oleh bapak kepala sekolah.
Menanggapi e-learning
di sekolah saya ini, sebenarnya masih jarang digunankan, dan itupun hanya bagi
sebagian guru. Sebagai alumni dan tentunya sebagai mahasiswa Psikologi, ada
beberapa hal yang saya ingin bagikan kepada sekolah, misalnya: di zaman
sekarang sangat erat kaitannya antara media elektronik dan pembelajaran,
sehingga sudah seharusnya sekolah bisa lebih terbuka dengan e-learning karena banyak hal yang
sebenarnya bisa didapatkan.
Di akhir pertemuan, kami tak lupa memberikan reward
atas partisipasi murid dan juga guru yang mengajar pada saat itu. Tak lupa juga
kami berfoto bersama. Bersyukur karena mereka ramah dan mau mengikuti prosedur
yang kami minta. Pengalaman yang menarik buat saya.
3.
Hengki Farnando Sitanggang
(121301076)
Tugas
observasi ini cukup baik. Sebelum observasi dilakukan perencanaan tentang
pembagian tugas masing-masing, sehingga akhirnya pada saat observasi saya tidak
bingung akan mengerjakan apa dan hal ini tentunya membuat proses lebih lancar.
Selama proses observasi di dalam kelas, kesannya cukup baik karena kelompok
diterima kehadirannya dengan baik di dalam kelas.
4.
Delius Fridolin Marpaung
(121301096)
Tugas
observasi ini menjadi yang pertama kali ketika menginjakkan kaki di Fakultas
Psikologi. Walaupun cukup berat ketika dibayangkan diawalnya mengingat bahwa
mata kuliah Observasi belum kami dapatkan. Hal yang pertama kali terbayang
adalah seperti mengambil alih kelas dengan orang-orang yang belum dikenal
sebelumnya.
Selama persiapan untuk tugas ini, cukup sulit
awalnya karena sasaran sekolah sebelumnya belum ada. Kemudian, saya dan teman
saya Hengki pergi mencari sekolah yang bertaraf internasional karena
beranggapan bahwa sekolah yang demikian sudah pasti ada yang menggunakan e-learning. Singapore International
School, Djuwita, dan Nanyang International School kami datangi, namun akhirnya
Methodist 1 yang jadi tujuan.
Di hari H, kami membelikan buah tangan. Selama
proses observasi, cukup lancar, dan pada akhir pertemuan, cukup senang rasanya
karena ada feedback dari murid. Kami
memperkenalkan juga tentang Fakultas Psikologi, dan bangga rasanya karena murid
terlihat mulai terbuka pikirannya tentang psikologi.
5.
Imelda Anggraeni Sibarani
(121301100)
Saya
merasa senang bisa mengobservasi sekolah karena aplikasi belajar psikologi
pendidikan itu tampak lebih nyata. Trus, kita jadi lebih ngerti karena ada
observasi langsung, dan ga hanya belajar di kelas aja. Yaa… walaupun awalnya
cukup susah mencari sekolah yang mau diobservasi, tapi akhirnya kami menemukan
SMA Methodist I.
No comments:
Post a Comment